KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada anak marasmus. Makalah
ini penulis disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini banyak
kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan penulis.
Meski masih banyak kekurangan,
mudah-mudahan makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan Mahasiswa
STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang dan umumnya kepada para pembaca yang budiman.
Padang, Februari 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Marasmus adalah bentuk malnutrisi
kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis
terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah
kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). Marasmus adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah
malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau
higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang
menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson,
1999:212)
Marasmus dapat terjadi pada segala
umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI
dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga
dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit
ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
Dalam keadaan kekurangan makanan,
tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan
pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan
lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
B.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini asuhan keperawatan ini adalah untuk
membahas mengenai cara mendiagnosis dini dan mekanisme terjadinya MARASMUS pada
anak.
C. Manfaat
Manfaat dari asuhan keperawatan anak dengan PENYAKIT MARASMUS. Ini
bermanfaat untuk melakukuan askep mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi
Marasmus
adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori
yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus
adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit
klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori.
(Nelson, 1999:212).
Marasmus
adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi
(kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila
kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup
lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.( Mochtar,
2001).
Marasmus
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi,
2001:196).
Marasmus
adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis
yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori.
http://teguhsubianto.blogspot.com.
Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status
gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat
badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar)
yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar,
anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila
jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan
tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor (Dorland, 2000).
Marasmus
adalah salah satu bentuk kekurangan gizi Kurang Energi Protein(KEP). Kurang
Energi Protein terjadi saat kebutuhan tubuh akan energi, protein, dan lemak
tidak tercukupi oleh makanan. Marasmus terjadi saat adanya kekurangan energi
yang parah. Marasmus dapat disebabkan oleh asupan makanan yang sangat kurang,
penyakit infeksi, prematuritas, maupun penyakit pada masa neonatus. Asupan
makanan yang berkurang dapat disebabkan oleh ketiadaan pangan ataupun
kemiskinan yang menyebabkan ketidakmampuan membeli makanan. Selain itu,
penyakit yang menyebabkan peningkatan kebutuhan energi, nafsu makan berkurang,
dan gangguan penyerapan zat gizi dapat pula menyebabkan kekurangan energi
protein.
2.2
Anatomi dan Fisiologi
a. Cavum Oris
Rongga mulut
adalah pintu masuk saluran pencernaan. Fungsi rongga mulut:
1) Memberi makan
2)
Mengerjakan
pencernaan pertama dengan jalan mengunyah
3)
Untuk berbicara
4)
Bila perlu.
Digunakan untuk bernafas
Rongga mulut
(cavum oris) dibantu oleh:
1)
Sebelah atas:
Oleh pallantum durum dan pallantum mole
2)
Sebelah bawah:
Oleh otot-otot yang membentuk lidah, kecuali itu juga os mandibula
3)
Sebelah depan
dan samping: Oleh gigi, bibir dan juga pipi
4)
Sebelah
belakang: Oleh isthmus faucium
Didalam rongga
mulut tersebut terdapat:
1)
Pipi dan Bibir
Mengandung
otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan bicara disebelah luar,
pipi, dan bibir diselimuti oleh kulit
2)
Lidah
Lidah
mengandung 2 jenis otot, yaitu:
a.
Otot ekstrinsik yang berorigo diluar
lidah, insersi dilidah
b.
Otot instrinsik
yang berorigo dan insersi didalam lidah
3)
Gigi
Gigi dibedakan
menjadi 4 macam:
a.
Gigi seri (Dens Incisivus) terdapat 8
buah
b.
Gigi seri (Dens Caninus) terdapat 4
buah
c.
Gigi geraham depan (Dens Premolaris)
d.
Gigi geraham belakang (Dens Molaris)
4)
Kelenjar Ludah
Terdapat tiga kelenjar ludah yang menghasilkan air ludah,
yaitu:
a.
Kelenjar Parotis, terletak disebelah
bawah dengan daun telinga diantara otot pengunyah dengan kulit pipih. Cairan
ludah hasil sekresinya dikeluarkan melalui duktus stesen kedalam rongga mulut
melalui satu lubang dihadapannya gigi molar kedua atas. Saliva yang
disekresikan sebanyak 25-35 %
b.
Kelenjar
Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju lantai rongga mulut.
Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5 %
c.
Kelenjar Submandibularis, terletak
lebih belakang dan kesamping dari kelenjar subinguinalis. Saluran menuju
kelantai rongga mulut belakang gigi seri pertama. Saliva yang disekresikan
sebanyak 60-70 %
Ada 2 jenis pencernaan didalam rongga mulut:
1)
Pencernaan
mekanik, yaitu pengunyahan dengan gigi, pergerakan otot-otot lidah, dan pipi
untuk mencampur makanan dengan air ludah sehingga terbentuklah suatu bolus yang
bulat untuk ditelan
2)
Pencernaan
kimiawi yaitu pemecahan zat pati (amilum) oleh pthialin (suatu amylase) menjadi
maltosa. Suatu bukti ialah bila kita mengunyah nasi (zat pati), lama-kelamaan
akan sedikit terasa manis. Pthialin bekerja didalam rongga mulut (pH 6,3-6,8)
dan masih bekerja didalam lambung untuk mencernakan zat pati kira-kira 15 menit
sampai asam lambung menurunan pH sehingga pthialin tidak bekerja lagi
b. Faring
Faring menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan dan
melakukan gerakan mencegah masuknya makanan ke jalan pernapasan dengan menutup
sementara hanya beberapa detik dan mendorong makanan masuk ke dalam esofagus
agar tidak membahayakan pernapasan.
c.
Esofagus
Esophagus adalah yang menghubungkan rongga mulut dengan
lambung, yg letaknya dibelakang trakea yg berukuran panjang ± 20-25 cm dan
lebar 2 cm. Fungsi dari esophagus adalah:
1)
Menghantarkan
bahan yang dimakan dari faring ke lambung
2)
Tiap-tiap ujung
esophagus dilindungi oleh suatu sphingter yang berperan sebagai barier terhadap
refleks isi lambung kedalam esophagus
Dinding
esophagus terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
1)
Lapisan Mukosa,
terletak dibagian dalam yang dibentuk oleh epitel berlapis gepeng dan
diteruskan kefaring dibagian atas serta mengalami perubahan yang mencolok pada
perbatasan esophagus lambung menjadi epitel selapis toraks pada lambung
2)
Lapisan
Submukusa, mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mucus untuk
mempermudah jalannya makanan waktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera
pencernaan kimiawi
3)
Lapisan otot,
terdiri dari dua lapisan serabut otot yang satu berjalan longitudinal, dan
lainnya sirkulasi
Mekanisme menelan dilakukan setelah mengunyah:
1)
Gerakan
membentuk makanan menjadi sebuah bolus dengan bantuan lidah dan pipu dan
melalui bagian belakang mulut masuk kedalam faring
2)
Setelah makanan
masuk kedalam faring maka fallantum lunak naik untuk menutup nares posterior,
glottis menutup oleh kontraksi otot-otot dan otot kontrikstor faring menangkap
makanan dan pada saat ini pernapasan berhenti. Gerakan menelan pada bagian ini
merupakan gerakan refleks
3)
Makanan
berjalan dalam esophagus karena kerja peristaltik yang menghantarkan bolus
makanan ke lambung
d.
Gaster
Lambung menampung makanan yang masuk melalui esofagus,
mengahancurkan makanan, dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltik
lambung dan getah lambung. Penghancuran makanan dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan mekanis dan kimiawi.
1)
Mekanis,
menyimpan, mencampur dengan sekret lambung dan mengeluarkan kimus ke dalam
usus. Pendorongan makanan terjadi secara gerakan peristaltik setiap 20 detik
2)
Kimiawi, bolus
dalam lambung akan dicampur dengan asam lambung dan enzim-enzim
Di dalam lambung, makanan dicerna secara kmiawi. Dinding
lambung tersusun dari tiga lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang dan
menyerong. Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak
peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di
dalam lambung diaduk-aduk.
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat
kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan
selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung.
Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam
lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim
pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein
menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang
melicinkan makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada
mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh
Ca²+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya reninm sus yang
berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usu tanpa sempat
dicerna.
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah
makanan menjadi lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan.
Otot lambung bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam
duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi
(mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus
yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentu kim.
Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus
depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan
asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna
sehingga keasamanya menurun. Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus
akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari
lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus
menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna
efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.
e.
Intestinum
Intestinum adalah tempat berlangsungnya sebagian besar
pencernaan dan penyerapan. Setelah ini lumen meninggalkan usus halus tidak
terjadi lagi pencernaan walaupun usus besar dapat menyerap sejumlah kecil garam
dan air. Dengan panjang sekitar 6,3 m (21 kaki), diameternya kecil yaitu 2,5
cm/1 inci. Bergulung didalam rongga abdomen dan terlentang dari lambung sampai
usus besar. Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu:
1)
Duodenum
a. Duodenum
disebut jga usus dua belas jari
b. Bagian pertama
usus halus yang terbentuk sepatu kuda
c. Bermuara dua saluran: saluran getah
pancreas dan saluran empedu
2)
Jejenum
a.
Disebut juga usus kosong
b.
Menempati 2/5 sebelah atas dari usus
halus yang selebihnya
c.
Terjadi pencernaan secara kimiawi
d.
Pencernaan diselesaikan
e.
Menghasilkan enzim pencernaan
3)
Ileum
a. Ileum disebut
juga usus penyerapan
b. Menempati 3/5 akhir
c. Penyerapan
sari-sari makanan
f.
Colon
Colon terbagi
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
1) Asenden
2) Transversum
3) Desenden
Fungsi utama usus besar antara lain:
1)
Untuk menyimpan
bahan sebelum defekasi
2)
Selulosa dan
bahan2 lain dalam makanan yg tidak dapat dicerna membentuk sebagian besar feses
dan membantu mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena berperan
menentukan volume isis colon
g.
Rektum dan Anus
Rektum, terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor (usus besar) dengan anus. Terletak dalam rongga pelvis didepan
osakrum dan askoksigis. Panjang 10 cm terbawah dari usus tebal.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rectum dengan dunia luar (udara luar). Anus ini terletak didasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh tiga spinter, yaitu:
1)
Spinter Ani
Internus yang bekerja tidak menurut kehendak
2)
Spinter Levator
Ani yang bekerja tidak menurut kehendak
3)
Spinter Ani
Eksternus yang bekerja bekerja menurut kehendak
h.
Pankreas
Pankreas memiliki panjang 15 cm, campuran jaringan
eksokrin dan endokrin, elenjar memanjang yang terletak dibelakang dan dibawah,
diatas lengkung pertama duodenum.
1)
Eksokrin: sel
sekretorik seperti anggur yg membentuk kantung-kantung atau asinus, berhubungan
yg akhirnya bermuara ke duodenum
2)
Endokrin:
pulau2 jaringan endokrin terisolasi, pulau-pulau langerhands
(insulin dan glukosa)
(insulin dan glukosa)
Enzim yg ada pada pancreas adalah:
1)
Proteolitik:
untuk pemcernaan protein
2)
Amilase : untuk
pencernaan karbohidrat
3)
Lipase: untuk
pencernaan lemak
i. Hepar
Hati merupakan organ terbesar dari sistem pencernaan yg
ada dalam tubuh manusia. Berwarna coklat, sangat vaskuler lunak. Beratnya
sekitar 1300-1500 gram. Didalam hati terdiri dari lobulus-lobulus yang banyak
sekitar 50.000-100.000 buah. Lobulus yang berbentuk segienam, setiap lobulus
terdiri dari jajaran sel hati (hematosit) seperti jari-jari roda melingkari
suatu vena sentralis diantara sel hati terdapat sinusinoid yang pada dindingnya
terdapat makrofag yang disebut sel kuffer yang dapat memfagosit sel-sel darah
yg rusak dan bekteri. Hematosit menyerap nutrient, oksigen dan racun dari darah
sinusoid.
Didalam hematosit zat racun akan didektosifikasi.
Diantaranya hematosit terdapat saluran empedu. Kanalikuli-kanalikuli akan
bergabung menjadi duktus hepatikus, yang bercabang menjadi dua, satu menuju
kandung empedu yang disebut duktus sitikus, yang kedua duktus koleodokus akan
bergabung dengan duktus wirsungi dari pancreas menuju duodenum. Fungsi Hati
antara lain:
1)
Metabolisme
Karbohidrat
a. Glikolisis:
Pembentukan glukosa menjadi glikogen
b. Glikogenolisis:
Pembentukan glikogen menjadi glukosa
c. Glukoneogenesis:
Pembentukan glukosa bukan dari karbohidrat, tetapi dari protein dan lemak
2) Metabolisme Protein
Beberapa asam
amino diubah menjadi glukosa. Asam amino yg tidak dibutuhkan menjadi urea yang
dikeluarkan dari sel hati kdalam darah dan disekresikan oleh ginjal
3) Metabolisme Lemak
Lemak diubah
menjadi asam lemak dan gliserol selain itu asam lemak dibawa menuju hati dalam
darah porta dari usus dan diubah menjadi jenis partikel-partikel kecil yg dapat
digunakan dalam proses metabolik
2.3 Etiologi
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai
berikut:
1. Masukan makanan yang kurang
Marasmus
terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2. Infeksi
Infeksi
yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
kongenital.
3. Kelainan struktur bawaan
Misalnya:
penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis,
micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis
pancreas.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa
neonates
Pada
keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang
5. Penyebab utama marasmus adalah kurang
kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak
terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
6. Marasmus dapat terjadi pada segala umur,
akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan
tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga
dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit
ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
2.4 Menifestasi
Klinis
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai
dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor
pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang
dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba
waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar.
Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin
melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan
hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare
tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit.
Selain
itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus
kulit
3. Cengeng, rewel
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaringan lemak subkutis sangat sedikit bahkan sampai
Jaingan subkutan hilang
7. Iga gambang
8. Kelaparan
9. Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah
buang air, serta penyakit
kronik
10. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan
berkurang.
2.5 Tanda dan
Gejala
Menurut
FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda dan
gejala dari marasmus adalah :
1.
Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2. Diare.
3. Mata
besar dan dalam.
4.
Wajah seperti orang tua.
5. Pertumbuhan
dan perkembangan terganggu.
6. Terjadi
atrofi otot.
7.
Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit
menurun
8. Perut
membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
9. Nadi lambat dan
metabolisme basal menurun.
10. Vena
superfisialis tampak lebih jelas.
11. Tulang
pipi dan dagu kelihatan menonjol.
12. Anoreksia.
13. Sering
bangun malam.
2.6 Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh
akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman,
2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat
dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan
tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah
dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa
jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
2.7 WOC
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
Menghitung
indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
b. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas
sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga
lapisan lemak dibawah kulitnya
dapat diukur, biasanya dangan menggunakan
jangka lengkung (kaliper).
Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari
lemak tubuh. Lipatan
lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan
sekitar 2,5 cm pada
wanita.
c. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA
untuk
memperkirakan jumlah otot rangka dalam
tubuh (lean body massa, massa
tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium
albumin,
kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht,
transferin.
2.9
Penatalaksanaan
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah
cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein,
mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut
seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji
riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor
hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
a. Penatalaksanan Diet
Tujuan
Diet :
Memberikan
Makanan TETP secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk mencapai
keadaan gizi optimal.
Secara
garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam
jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya
pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap
hipoglikemi, hipotermi,
dehidrasi.
- Pencegahan jika ada
ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan
masalah lain, seperti
kekurangan vitamin, anemia
berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
b. Pemberian Cairan/Makanan
Tahapan pemberian cairan/makanan :
1. Tahapan
Stabilisasi (Initial)
- Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama
merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan
dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
- Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau
Ringer Lactat Dextrose 5%.
-
Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula
diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam
pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
2. Tahapan
Transisi (Penyesuaian)
Tujuan
: memberi bentuk, jenis, dan cara pemberian makanan yg sesuai dg kemampuan
digesti dan absorbsi penderita.
- Porsi kecil tapi sering ( 6-12x pemberian sehari)
- Umur
< 1 tahun / BB < 7 kg :
Cair-
semi solid spt mkn bayi, ASI diteruskan bila masih ada dan diperlukan pada saat
setelah makan atau mau tidur.
- Umur
> 1 tahun / BB > 7 kg :
Semi
solid-solid berupa makanan anak 1 th bentuk cair kemudian lunak dan makanan
padat, cairan 150-200 ml/kg BB/hari.
- Kalori
yang diberikan 50- 100 kalori/kgBB/hr dengan protein 2 g/ kgBB/ hari
- Susu
formula / rendah laktosa
- Bila tak minum susu formula
diberi makanan yang yang tak mengandung protein susu sapi dan bebas laktosa (
preda = formula bubur- tempe).
3. Tahap
Rehabilitasi
- Intake kalori 100- 175 kalori/kgBB/hari. Bentuk jenis dan
cara pemberian disesuaikan dengan makin meningkatnya kemampuan digesti dan
absorbsi.
-
Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang mungkin dapat diberikan di
rumah.
4. Tahapan
Pembinaan
Bimbingan
pada orang tua untuk memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan, dapat dimulai
setiap tahap, dalam bentuk dan jenis makanan yang dapat disediakan oleh mereka
dirumah
Tujuan
: ibu dapat merawat anak KEP dan menghindari berulangnya KEP
- Intake 100-120 kalori /
kgBB/hari, protein 2-3 g/kgBB/hari
- Anak dengan Gizi Buruk
boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut
umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi.
- Penderita yang telah kembali nafsu
makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan
sehari-hari.
2.10 Komplikasi
1. Infeksi tuberculosisi
2. Parasitosis, disentri
3. Malnutrisi kronik
4. Gagguan tumbuh kembang.
5. Hipoglikemia
6. Hipotermia
7. Dehidrasi
8. Gangguan fungsi vital
9. Gangguan keseimbangan
elektrolit
ASUHAN
KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status,
agama, alamat.
2.
Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada
tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan
kekurangan gizi.
b. Riwayat Keperawatan
Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post
natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola
kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk),
psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji
dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat
kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
c. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan
lain-lain.
3. Pemeriksaan Fisik
a.
TB: 103cm
b.
BB: 15kg
c.
L. Kepala: 24cm
d.
L. Lengan: 15cm
e.
Telinga: biasanya simetris kiri dan kanan.
f.
Hidung: biasanya simetris kiri dan kanan.
g.
Mulut:biasanya mukosa kering.
h.
Leher: biasanya tidak ada pembengkakan kelenjar
thyroid.
i.
Dada: biasanya iga terlihat jelas.
j.
Paru: bisanya simetris kiri dan kanan.
k.
Abdomen:biasanya turgor buruk
l.
Genital: biasanya normal, tidak ada kelainan.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor
adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan
atas dan tebal lipatan kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
a.
Biasanya
Penurunan
ukuran antropometri
b.
Biasanya
Perubahan
rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
c.
Bisanya
Gambaran wajah
seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
d.
Biasanya
ada Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
e.
Biasanya
Perut tampak
buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
f.
Biasanya
Edema tungkai
g.
Biasanya
Kulit kering, hiperpigmentasi,
bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang
sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat
paha)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu
ditemukan terutama jenis normositik normokrom karena adanya gangguan
sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena
asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan
absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.
Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan
pada paru.
Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen,
elektrolit, Hb, Ht, transferin.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan
berkurang).
2. Defisit volume cairan
berhubungan dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
4. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
5. Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurang nya informasi.
6. Perubahan pertumbuhan dan
perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan
sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
7. Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat
malnutrisi.
8. Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).
C. Intervensi
1. Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan
berkurang).
Tujuan
: Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria
hasil : meningkatkan masukan oral.
Intervensi
:
a.
Dapatkan riwayat diet.
b. Dorong
orang tua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau
ada disaat makan.
c. Minta
anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan.
d.
Gunakan alat makan yang dikenalnya.
e.
Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah
gangguan dan memuji anak untuk makan mereka.
f.
Sajikan makansedikit tapi sering.
g.
Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah.
2. Defisit volume cairan
berhubungan dengan diare.
Tujuan
: Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria
hasil : Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi
:
a.
Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b.
Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c.
Ukur haluaran urine dengan akurat
3. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
Tujuan
: Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria
hasil : kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi
:
a.
Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b.
Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage
kulit Kriteria hasil ususnya diatas penonjolan tulang
d.
Alih baring
4. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan
: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria
hasil : Suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi
:
a.
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b.
Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c.
Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur
control infeksi
d.
Beri antibiotik sesuai program
5. Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurang nya informasi.
Tujuan
:
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria
hasil : Menyatakan kesadaran dan perubahan pola
hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi
:
a.
Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b.
Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong
konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d.
Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
6. Perubahan pertumbuhan dan
perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan
sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan
: Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria
hasil : Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif
atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi
:
a.
Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok
usia.
b.
Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II.
c.
Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan.
d.
Berikan mainan sesuai usia anak.
7. Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat
malnutrisi.
Tujuan
: Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria
hasil : Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi
:
a.
Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b.
Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8. Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).
Tujuan
: Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria
hasil : Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema,
memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi
:
a.
Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b.
Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji
masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemui
pada balita terutama di daerah perkotaan. Penyebabnya merupakan multifaktorial antara lain
masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan untuk menentukan penyebab perlu
anamnesis makanan dan penyakit yang lalu.
Pencegahan terhadap marasmus ditujukan pada penyebab
dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan
marasmus ialah pemberian diet, tinggi kalori dan tinggi protein, dan
penatalaksanaan di rumah sakit dibagi atas tahap awal, tahap penyesuaian, dan
rehabilitasi.
Sekian banyaknya
temuan kasus gizi buruk, baik kwashiorkor, maramus maupun marasmus kwashiorkor
menunjukkan bahwa persoalan gizi di Indonesia belum dapat menorehkan tinta
emas. Revitalisasi posyandu dan sosialisasi akan kesadaran gizi masyarakat
tampaknya perlu terus digaungkan agar penapisan terhadap status gizi dapat
berlangsung lebih dini.
B. Saran
untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan saya
berharap bagi pembacanya untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah
ini.terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi
15, vol 1. Jakarta:EGC
Markum, A, H.
1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi
. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar